Social

Blog Archive

Recent Posts

Random Post

Name

your name

Email *

Your Email

Message *

your message

Random Post

Pages

Pages

Recent Posts

Popular Posts

/ , , , , , / Legislator: Stop alasan DPO, untuk Legalkan Penembakan Warga sipil di Papua

Legislator: Stop alasan DPO, untuk Legalkan Penembakan Warga sipil di Papua

Ilustrasi - Dok. Jubi
JAYAPURA, ZONAPAPUA - Legislator Papua, Laurenzus Kadepa mengingatkan pihak kepolisian di Papua tidak selalu menggunakan alasan Kelompok Kriminal Bersenjata atau masuk Daftar Pencarian Orang (DPO), untuk melegalkan penembakan terhadap warga sipil di Papua.
Hal itu dikatakan anggota Komisi I DPR Papua bidang Politik, Hukum dan HAM tersebut menyikapi penembakan oleh kepolisian, Senin (27/3/2017) dini hari, sekira pukul 01.00 waktu setempat. Akibatnya Mikael Merani, warga Kampung Kontinuai, Distrik Angkaisera, Kabupaten kepulauan Yapen tewas. 
Dalam kasus itu, polisi menyebut Mikael Merani adalah pimpinan kelompok yang sering disebut kriminal bersenjata (KKB). Daerah operasinya di wilayah pantai utara (pantura) dan Yawakukat, Kepulauan Yapen. Mikael juga disebutkan masuk daftar pencarian orang (DPO) kepolisian.
Kadepa mengatakan, belakangan ini kekerasan terus terjadi di Papua. Pemerintah Indonesia perlu segera mengevaluasi sistem keamanan di Papua. Mengevaluasi aparatnya. Penembakan tidak menyelesaikan masalah Papua. Justru membuat masalah Papua kian menjadi sorotan dunia internasional.
"Padahal sekarang masalah Papua sudah menjadi isu internasional. Saya kesal juga, setiap kali ada kasus, data polisi dan keluarga korban selalu berbeda. Versi polisi lain, versi keluarga korban atau masyarakat lain," kata Laurenzus Kadepa ketika menghubungi Jubi, Rabu (29/3/2017).
Menurut dia, jika seseorang memang DPO, bukan ditembak mati, seharusnya ditangkap dan prosess hukum. Kalau pun harus dilumpuhkan, tidak sampai membuat korban meninggal. 
"Ini yang harus jadi bahan evaluasi. Kasus penembakan di Yapen, data kepolisian dan pihak keluarga berbeda. Saya lihat pihak keamanan selalu membela diri dan ini berbahaya. Saya sebagai wakil rakyat kesal melihat ini," ujarnya.
Katanya, seharusnya polisi membuktikan secara hukum hukum kesalahan yang dilakukan Mikael Marani. Negara ini adalah negara hukum. Kenapa langsung ditembak mati di tempat.
Pihak kepolisian menyebut, sebelum Mikael Merani tewas diterjang peluru polisi, sempat terjadi baku tembak.
Kepala Bidang Humas (Kabid Humas) Kepolisian Daerah Papua, Kombes Pol Ahmad Kamal mengatakan, kontak tembak terjadi Konti Unai. Tim kepolisian ketika itu dipimpin Kapolres Kepulauan Yapen AKBP Darma Suwandito.
Polisi mengaku berhasil mengamanankan barang bukti satu pucuk senpi laras panjang jenis SS1, sembilan buah magazine SS1, sangkur, rompi, bendera Bintang Kejora, 13 butir amunisi revolver, 10 butir amunisi karet kaliber 5,56,229 butir, amunisi kaliber 5,56, satu pucuk senjata angin dan sejumlah uang dalam insiden itu.
Namun pernyataan ini dibantah keluarga korban. Menurut keluarga korban yang berinisial MM, meski beredar foto jenazah korban memegang senjata saat sudah jatuh tertemba, namun Mikael tidak bersenjata ketika insiden itu terjadi.
“Mikael memang DPO. Dia tidak bersenjata saat ditembak. Dia sedang di rumah mertuanya, dikepung dalam rumah, dibawa keluar, lalu ditembak. Masak dia simpan senjata dan barang-barang lain di rumah mertuanya?” kata MM.
MM mengatakan, Mikael menjadi DPO sejak tiga tahun lalu karena dituduh membunuh seorang polisi. Namun tuduhan itu tidak bisa dibuktikan.
“Selama DPO, dia tinggal di Kontinuai. Kenapa tidak ditangkap? Dia tidak kemana-mana,” kata MM.
MM menduga, penembakan ini ada hubungannya dengan konflik Pilkada yang sedang terjadi di Yapen.
“Ini sedang ada konflik Pilkada. Sudah ada korban masyarakat. Kemarin juga kantor KPU terbakar. Saya menduga ini ada hubungannya dengan konflik Pilkada itu,” kata MM. (*)
Sumber: www.tabloidjubi.com

about author

Blogger Sens it website about blogger templates and blogger widgets you can find us on social media
Previous Post :Go to tne previous Post

No comments:

Post a Comment